Mengawali tahun 2022, Omicron menjadi kasus yang mengambil perhatian masyarakat di berbagai negara. Bayangan akan kasus COVID masih terus terjadi sejak tahun 2019 sampai awal tahun 2022 ini.
Meski banyak pakar kesehatan yang menyebutkan bahwa varian Omicron tidak sebrutal varian Delta sebelumnya, namun tetap saja tidak boleh disepelekan. Kasus Omicron ini menjadi faktor untuk kestabilan harga minyak di awal tahun ini.
Harga minyak di awal tahun baru berada di dekat level tertinggi secara multi tahunan. Akan tetapi, adanya kekhawatiran terhadap varian COVID Omicron ini mendorong para ekonom untuk memangkas proyeksi dari harga minyak tahun ini.
Ini bisa dilihat pada harga minyak mentah dunia yang dilaporkan pada perdagangan di awal minggu ini. Tepatnya laporan pada tanggal 03 Januari 2022 yang terlihat relatif stabil di dekat level tertingginya.
Bayang-bayang Omicron Mengawali Tahun 2022
Dari laporan bahwa harga minyak mengalami kestabilan, terlihat bahwa minyak Brent saat tersebut berada pada level $78.342 per barelnya. Di samping itu, berpindah pada minyak WTI alias West Texas Intermediate dijual dengan kisaran harga $75.78 per barelnya.
Tahun 2021 menjadi tahun yang cukup sulit untuk perdagangan internasional baik mata uang, emas, dan minyak. Melihat data yang ada, bahwa harga minyak menorehkan kinerja impresif sepanjang tahun 2021 dengan membukukan kenaikan sebesar 50 persen lebih.
Adapun lonjakan dari harga tahun lalu jika dibandingkan pada awal tahun ini tidak terlepas dari adanya pemulihan ekonomi yang secara global setelah masalah penyebaran dan pandemi virus corona.
Dari grafik yang diberikan juga dapat terlihat bahwa harga minyak awal tahun ini benar-benar cukup stabil meski ditengah situasi dan keadaan Omicron sebagai varian baru dari COVID tersebut.
Dari reli harga minyak yang tampak sedikit tertahan sejak dua bulan terakhir ini disebabkan oleh mencuat kembalinya rasa khawatir terhadap penyebaran dari COVID Omicron dari akhir tahun 2021 sampai awal tahun 2022 ini.
Kasus Omicron memang tidak di semua negara, namun kegemparannya cukup membuat banyak negara mulai melakukan pencegahan dengan berbagai cara. Bahkan disebutkan bahwa Omicron yang tidak cukup ganas ini tetap menjadi bahaya karena penyebarannya lebih cepat dibandingkan kasus sebelumnya.
Penasehat di bidang kesehatan Gedung Putih yaitu Dr. Anthony Fauci mengeluarkan peringatan bahwa warga Amerika Serikat harus bersiap untuk menghadapi ledakan dari kasus COVID—19. Lonjakan ini akan terjadi dalam beberapa minggu ke depan.
Peringatan yang dikeluarkannya ini tidak sembarangan karena memiliki alasan cukup kuat, dimana ada banyak warga Amerika Serikat sedang melakukan perjalanan selama liburan akhir tahun baik Natal dan Tahun baru.
Apalagi jika melihat data bahwa sekolah-sekolah di awal tahun ini akan kembali dibuka setelah liburan yang panjang yaitu liburan musim dingin.
Analis Menurunkan Outlook Harga Minyak
Kemunculan Omicron sebagai varian terbaru COVID-19 disebutkan sudah kebal terhadap vaksin yang ada saat ini. Namun tetap menyisahkan rasa khawatir yang cukup besar bagi para pelaku pasar.
Banyak pelaku pasar yang masih memprediksikan bahwa varian ini akan cukup berbahaya, karena sifat penyebarannya tergolong lebih cepat dari dua varian sebelumnya. Padahal berita bahwa varian ini tidak lebih berbahaya dibandingkan varian Delta sudah dikonfirmasi oleh beberapa negara tapi tetap saja dapat memantik kekhawatiran baru.
Akibat rasa khawatir tersebut, akhirnya sejumlah analis minyak membuat keputusan untuk menurunkan outlook dari harga minyak di tahun 2022 ini. Adapun hasil survey yang dilakukan terhadap 35 ekonom serta para analis memperkirakan harga rata-rata minyak Brent akan menurun sampai di kisaran harga $73.57 per barelnya.
Harga ini lebih rendah jika dibandingkan dengan konsensus pada bulan November yang berada di harga $75.33 per barelnya. Pada outlook minyak WTI juga diberlakukan revisi turun dari harga $73.31 menjadi $71.38 per barelnya.
Perhatian dari para investor dalam waktu dekat ini akan tertuju pada rapat OPEC+ pada hari ini tepatnya 04 Januari 2022. Dimana ada banyak pihak yang akhirnya memperkirakan bahwa organisasi tersebut akan melakukan pertahanan kebijakan pencapaian produksi pada bulan Juli 2021 silam.
Adapun yang dimaksud yakni dengan melakukan penambahan output atau keluaran sebanyak 400 ribu setiap barelnya selama per bulannya secara bertahap.