Mata uang dollar Amerika mengalami kenaikan pada hari Selasa (19/10/2021) karena imbal hasil obligasi meningkat dan investor berpikiran The Fed perlu menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan untuk mengatasi inflasi. Imbal hasil pada hari Selasa memiliki nilai lebih tinggi dalam sepuluh tahun terakhir.
Namun dollar masih berada pada posisi di bawah mata uang lain seperti Sterling dan Dolar Selandia Baru. Dollar juga mengalami penurunan setelah investor menarik posisi beli terlihat dari data pembangunan rumah yang menurun.
Hal ini dikarenakan kekurangan bahan baku dan tenaga kerja, sehingga mendukung pemikiran bahwa pertumbuhan ekonomi telah melambat pada kuartal ketiga ini. Presiden The Fed mengatakan bahwa tenaga kerja yang berkurang dapat terjadi lebih lama dari masa pandemic.
Amerika harus memiliki kebijakan tentang pendidikan, pengasuhan anak dan kesehatan yang baik untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja yang mau dan mampu bekerja. Indeks mata uang dollar turun 0,22 % di titik 93,73 terhadap mata uang lainnya.
Nilai Mata Uang Dolar terhadap Mata Uang Lainnya
Indeks Dolar Amerika melihat mata uang Dolar Amerika terhadap mata uang lainnya berada pada titik 93,727 atau turun 0,23 % pada 11:44 ET (03:44 GMT). Pasangan mata uang USD/JPY berada pada titik 114,14 atau turun tipis 0,15 %.
Pasangan mata uang USD/CNY berada pada titik 6,4127 atau turn 0,25 % dan pasangan mata uang GBP / USD berada pada titik 1,3767 atau naik 0,30 %.
Euro berada pada $ 1,1640 atau naik 0,25%. Pounds berada pada $1,3798 atau naik 0,51 %. Dolar Selandia Baru berada pada titik $ 0,7159 atau mengalami kenaikan tinggi hingga 1,14 %. Mata uang lainnya seperti Sterling dan Dolar Selandia Baru diuntungkan dari ekspektasi suku bunga yang meningkat.
Selain itu, Inggris dan Selandia Baru memiliki nilai hasil imbal komparatif yang lebih tinggi untuk produk obligasi jangka pendek dibandingkan Amerika. Dolar Australia naik hingga mencapai $ 0,7485, merupakan nilai tertinggi sejak tanggal 15 Juli.
Yuan mencapai nilai tertinggi selama empat bulan terakhir, yaitu berada di 6,3674 / dollar. Ini karena kekhawatiran tentang pendemi dan kesusahan Evergrande dalam membayar hutang mengalami penurunan. Selain itu di bidang property, perusahaan mulai membayar kupon obligasi dan situasi masih terkendali.
Dollar telah mencapai posisi yang cukup tinggi di minggu ini selama tiga minggu terakhir. Namun, dengan menurunnya asset The Fed di bulan November dan adanya kenaikan suku bunga yang pertama di tahun 2022, Dolar berada pada tren yang sedang menurun.
Kenaikan suku bunga menjadi perhatian investor karena adanya pemikiran bahwa inflasi yang tinggi tetapi sementara ini akan bertahan dalam waktu lebih lama dari perkiraan. Namun pasar energi di Eropa dan China yang kemungkinan rebound akan menimbulkan spread hasil yang menguntungkan dollar.
Data pada hari Senin menunjukkan produksi sector industry naik 1,3 % dari bulan ke bulan. Hasil tersebut lebih kecil dari yang diperkirakan yaitu 4,6 % dari tahun ke tahun di bulan September.
Dollar yang mulai meningkat nilainya menunjukkan kinerja ekonomi Amerika yang lebih baik. Namun yang menjadi pendorongnya mungkin berubah. Lonjakan pada inflasi global dan suku bunga jangka pendek begitu kuat sehingga membuat ekuitas melakukan koreksi lebih rendah akan membuat dollar sebagai tempat yang aman.
Emas Melemah, Saat Dolar Mulai Menguat
Sementara itu daya tarik emas sedikit menurun karena adanya kenaikan pada imbal hasil obligasi. Meskipun adanya sentiment pada situasi ini menahan harga emas tidak jatuh terlalu dalam. Namun jika imbal hasil terus meningkat, itu akan menjadi hambatan bagie mas.
Imbal hasil obligasi di Amerika naik karena investor berpikir adanya kenaikan suku bunga, sementara besaran indeks dollar masih tetap stabil. Investor juga berharap The Fed mengurangi pembelian asset karena data konsumen menunjukkan tren yang cukup bagus.
Pengurangan stimulus dari bank sentral Amerika dan kemungkinan kenaikan suku bunga akan mendorong imbal hasil obligasi naik sehingga semakin membebani nilai emas yang tidak memberi imbal hasil kepada investor. Bila The Fed melakukan pengetatan kebijakan untuk memperluat dollar, hal itu akan membuat lemah nilai emas.